Teruntuk diriku di masa depan
Dua puluh
tahun lagi bukan waktu yang sebentar
Bukan pula
waktu yang cukup lama ketika dirimu benar-benar menjalaninya dengan penuh suka
cita dan kelapangan hati.
Teruntuk
diriku di masa depan
Ketika rambutmu
telah memutih dan keriput kulit sudah kau kantongi
Ketika itu
masihkah kamu merasakan kesedihan yang mendalam seperti saat-saat dirimu
menulis surat ini di masa muda? Seperti aku yang sedang mengabu pada pengaduan.
Masihkah
dirimu merasakan ketakutan untuk melewati masa dewasa dan menjalani hari-hari
tuamu?
Ingatlah,
dulu pernah ada janji yang kau sematkan untuk menjadi lebih tegar dan berani.
Tidakkah kamu akan menepatinya? Berhentilah mengoceh hal-hal yang sia-sia demi citra
dan reputasi yang selalu kamu pegang teguh.
Hei, diriku
dua puluh tahun mendatang
Aku berharap
kamu tidak menyesal dengan lelaki pilihanmu, siapapun dan serupa bagaimanapun
ia.
Karena aku
tau kamu—kita telah sama-sama berjuang untuk memantaskan diri untuk teman hidup
yang saat ini saja aku mati gaya untuk membayangkan seshaleh dan setampan apa
dia. Hormatkah dia pada ibunya dengan sebaik-baik penghormatan seperti yang
pernah kamu harapkan dan kamu tulis beberapa kali di catatan harianmu? Semoga
begitu dan kau bahagia mengasuh anak-anakmu besertanya.
Hei, diriku
di masa depan
Jangan
pernah lagi menangis diam-diam setelah suami serta anak cucumu telah melengkapi
dan membayar hangatnya kekeluargaan yang amat kau idamkan. Sarapan dan makan
malam di satu meja yang sama, bercengkrama dengan kerabat dan tetangga, menyaksikan
pertunjukan anakmu yang mengagumkan di sekolahnya, menghadiri pernikahan sepupu
dan foto bersama serta aktifitas lain yang belum pernah kau lakukan tanpa
keseganan.
Aku tengah
melakukannya kini sembari mewasiatkan catatan ini dengan sedikit menyesal.
Menahan gemuruh kerinduan di dada. Sesak dan sesak di pikiran. Dan pipiku pun basah
tiga perempat jam lamanya. Tepat saat usiaku genap dua puluh dua tahun.
Aku tidak
ingin berhenti memohon pada Tuhan untuk masa depanmu yang sejahtera. Damai tanpa
keraguan dan kepura-puraan. Bila saja hal demikian bisa terwujud dalam waktu
dekat—sebelum dua puluh tahun yang kubayangkan, maka bila saja. Hanya bila
saja. Pun aku tak mampu lagi banyak berkata-kata.
Teruntuk
diriku di masa depan
Andai segala
hal yang sempat kubayangkan saat ini terjadi padamu, semoga itu tidak
menjadikanmu lupa memanjatkannya kembali untuk anak cucumu kelak. Dan jika saja
masa hidupmu tidak sepanjang yang pernah aku minta, sedang kamu belum merasakan
apa yang kupinta, tetaplah berbahagia. Bahagia dengan versimu yang aku pun
belum tahu bagaimana kamu akan melakukannya.
Percayalah, Tuhan tidak pernah
salah memilihkan kostum untuk hamba-hamba-Nya.
Dini hari di Bendungan Sutami [Jum'at, 28 April 2017]
Post a Comment
Post a Comment