JurnalTepungTerigu

Memilih Pasangan Ibarat Memilih Masalah

3 comments

Selektif memilih pasangan

Sudah banyak artikel bertebaran tentang bagaimana memilih pasangan hidup. Namun ada satu insight berbeda yang ingin aku tulis. Sebagai perempuan yang belum pernah melakukan pernikahan, aku tetap ingin membahas topik ini. Pasalnya, mengungkapkan pendapat tentang suatu hal tidak harus menunggu expert dulu, kan? Jika kamu membaca argumenku ini merasa ragu karena aku masih single, it’s okay! (aku mah santuy ๐Ÿ˜‹)

Bagiku, proses pencarian pasangan menuju pernikahan tidak jauh berbeda dengan menemukan teman sejati atau sahabat. Berpasangan bisa terjadi dalam banyak aspek. Dalam bekerja, belajar, berbisnis, dan lain sebagainya. Dari situ lah aku sering belajar dan melakukan observasi mengenai ini. Mempersiapkan diri untuk menjalani masa depanku bersama seseorang seumur hidup. Dan ini lah beberapa hasil pengamatanku!

Pasangan Ideal

Berbicara mengenai pasangan ideal, setiap orang pasti punya standar ideal bagi dirinya. Standar ini akan berbeda-beda. Ada yang memprioritaskan fisik, agama, latar belakang keluarga, finansial, sifat, dan lain-lain. Tidak ada patokan pasti tentang pasangan ideal. Jika kamu bertemu dengan seseorang yang membuatmu ingin selalu bersamanya, maka bisa dipastikan dia telah memenuhi syarat idealmu.

Aku jadi teringat pemikiranku saat usiaku masih belasan tahun. Waktu ituu sempat memikirkan perihal pernikahan dan membuat kriteria yang banyak sekali mengenai pasangan. Setelah melewati beberapa tahun yang penuh dengan pengetahuan baru, kriteria tersebut banyak yang berubah. Bahkan saat ini aku hanya punya dua kriteria yang paling kuprioritaskan.

Kamu mungkin juga mengalaminya. Dari tahun ke tahun, ada saja aspek yang berubah tentang lelaki atau perempuan idaman yang ingin kamu nikahi. Jadi tidak perlu insecure jika kriteria pasangan yang kamu punya tidak seheboh kriteria orang lain.

Sama halnya dengan tontonan atau musik kesukaan, Setiap orang punya hak untuk memilih kesukaannya. Tidak lantas kita menjadi tidak keren hanya karena menyukai musik dangdut. Tidak pula menjadi hina hanya karena menyukai K-drama. Begitu pun dengan memilih pasangan. Meng-ideal-kan seorang komedian, mentalist, hafidz/hafidzah, atau kriteria lainnya bukan lah hal yang bisa dibanding-bandingkan.    

Communication is The Key

Dalam membina relasi dengan orang lain, komunikasi adalah elemen sangat penting. Apalagi dalam hubungan pernikahan. Memilih pasangan seharusnya lah mempertimbangkan aspek ini. Pastikan seseorang yang kita pilih bisa diajak berdiskusi dalam banyak hal. Sebab, setiap keputusan yang akan diambil dalam kehidupan rumah tangga pasti melalui proses komunikasi.

Semisal dalam memilih lokasi tempat tinggal, apakah akan tinggal di apartemen, kos pasutri, atau membeli rumah dengan kredit, tidak serta merta hanya diputuskan sepihak. Bahkan hal remeh seperti kapan akan kerja bakti bersih-bersih hunian juga perlu didiskusikan. Jika tindakan semacam ini saja tidak dapat dikomunikasikan dengan baik, maka tamatlah keharmonisan keluarga.

Secerdas apapun pasanganmu bila tidak dapat membicarakan banyak hal secara terbuka, kemungkinan besar sulit mempertahankan hubungan. Akan selalu timbul kesalahpahaman yang berbuntut masalah-masalah tak berkesudahan.

Oleh karena itu semenjak penjajakan alias PDKT menuju pernikahan, berdiskusi sudah harus dibiasakan. Tidak harus membicarakan perkara yang berat, yang ringan-ringan pun perlu dibahas. Bayangkan jika saja calon suami/istrimu tidak terbuka untuk mengobrol banyak hal, bagaimana kalian akan membina rumah tangga yang nyatanya really complicated.

Observasi Masalah Sebelum Memilih Pasangan

Memilih pasangan ibarat memilih masalah

Sebelum memutuskan untuk menjalani kehidupan rumah tangga dengan seseorang, observasi is a must. Observasi masalah adalah yang paling utama. Hah? Observasi masalah iki piye maksute?

Menurutku pribadi, sebaiknya mengetahui lebih banyak kekurangan dan keburukan dari calon pasangan dari pada kebaikannya. Secara singkat jika kebaikan dipadukan dengan keburukan, maka keburukan akan selalu dominan lebih tampak meskipun hanya sedikit. Sebagaimana pribahasa, setitik nila merusak susu sebelanga.

Sebanyak apapun sisi baik pasanganmu, pastikan kamu bersedia menerima kekurangannya. Sebab, memilih pasangan sama halnya dengan memilih masalah yang akan kamu hadapi seumur hidup. Sepanjang sisa hidupmu akan dilalui dengannya. Tentu akan ada sesuatu yang tidak kamu suka darinya. Dan itu adalah sebuah masalah. Nah, pikirkanlah apakah kamu akan kuat menghadapinya berkali-kali?

Itulah yang aku maksud memilih masalah yang akan dihadapi seumur hidup. Semakin ringan masalahnya, maka akan semakin mudah kamu menjalani hubungan pernikahan. Jangan berpikir bahwa pasanganmu bisa berubah setelah menikah. Tidak mudah mengubah kebiasaan yang sudah bertahun-tahun mengakar dalam diri. Jika pun itu terjadi, maka kamu sangatlah beruntung dan mendapat keajaiban.

Mungkin di masa-masa PDKT, baper-baperan, masa-masa bulan madu, kejelekan pasangan belum sepenuhnya tampak. Lebih tepatnya masih tertutupi dengan rasa berbunga-bunga karena sedang bucin di awal hubungan. Namun setelah mencapai satu tahun, dua tahun, dan bertahun-tahun, kamu akan melihat lebih jelas sosok pasanganmu.

Jika ada masalah yang sering timbul karena ulah kebiasaan buruk darinya, pasti diam-diam kamu akan mulai muak. Apalagi sesungguhnya sejak awal kamu tidak bisa mentolerirnya namun dipaksakan. Baru sadar setelah menjalani pernikahan. Bagaimana kamu menghadapinya? Tidak kah itu mengerikan?

Siap Mentolerir Kekurangan Terburuk

Pentingnya memilih pasangan terbaik

Dari bahasan sebelumnya, menyeleksi masalah untuk kamu hadapi sepanjang hayat adalah PR besar. Setelah kamu menemukan masalah tersebut, kemudian pertimbangkanlah dengan baik. Please be wise! Pertimbangannya tidak hanya karena kamu cinta dan sayang pada calon pasanganmu. Namun kamu telah benar-benar siap menerima dia sepenuhnya. Termasuk siap mentolerir kekurangan dan keburukannya.

Tingkat dan bentuk toleransi setiap orang tentu berbeda-beda. Ada yang tidak dapat mentolerir kebohongan, kebodohan, kebiasaan jorok, sifat tempramen, dan beraneka macam lainnya. Kalau aku sendiri paling tidak bisa mentolerir lelaki yang tidak komunikatif dan tidak open minded. Sebagaimana yang kubahas di atas, communication is the key in the relationship.

Nah, kalau kamu, sifat dan sikap apa yang paling tidak bisa ditolerir dari seseorang?

Semua yang aku tulis dalam artikel ini adalah pemikiran pribadi. Jika menurutmu baik, silahkan diterapkan. Namun jika tidak sejalan dengan prinsipmu, no problem.

Buat para single yang memutuskan untuk menikah, semoga dilancarkan dalam memilih pasangan. Dan teruntuk kamu yang sudah menikah, semoga pasanganmu saat ini dapat mengimbangi dan tidak membuatmu menyesal telah memilihnya.

 

Miela Baisuni
Jatuh cinta pada buku sejak sekolah menengah, menulis adalah kecintaan mulai usia yang kalau ditanya jujur terus jawabannya. Sekarang milih voice over dan travelling sebagai pelengkap hobi sebelumnya. Nice to see you!

Related Posts

3 comments

  1. Indahnya seni berkeluarga, jom pada nikah gih... :)

    ReplyDelete
  2. Aku setuju sekali dengan Mba Miela memilih pasangan yang komunikatif dan open minded ini sangat penting, selain kriteria utama seperti agama. Karena dalam rumah tangga akan banyak hal yang dikomunikasikan

    ReplyDelete

Post a Comment