dokumen pribadi |
Kenangan akan suatu diskusi yang mempertemukanku dengan salah satu penyair Aan Mansyur di Jogja 3 tahun silam kembali muncul setelah membaca tulisan teman, Retmi Ardilla di blog pribadinya How I Beat My Freakin' Quarter-Life Crisis. Dalam diskusi tersebut hal yang paling kuingat adalah bagaimana proses pengenalan diri dan lingkungan sekitar yang dialami penyair tersebut hingga menghasilkan karya luar biasa. Salah satu puisinya yang kusuka pernah iseng kubacakan. Kamu bisa dengerin nih miela-baisuni/aku-ingin-istirahat-m-aan-mansyur.
Bang Aan,
telah memilih cara hidup dengan sering berjalan kaki dari pada berlari, apalagi
berkendara ke sana kemari. Kesimpulan yang aku buat dari sekian banyak menit ia
berbicara, aku percaya bahwa berjalan memanglah salah satu cara yang pantas aku
tiru.
Berjalan
yang dimaksud di sini bukan bermakna harfiah. Bukan lantas ke mana mana dalam kehidupan sehari-hari kita
terus berjalan kaki. Namun, tanpa mengesampingkan efisiensi waktu yang kita
punya, kita perlu memperlambat perjalanan di sela-sela aktivitas yang padat
untuk menemukan jawaban dari pertanyaan hidup yang rumit. Terlebih ketika kita
dihadapkan pada banyak kegalauan di usia 20an.
We must make a lot of decisions for
our own life in this phase, such as what will we do after graduation degree, what
kind of job we choose, when we will be married, and what kind of person that
will match with us, etc.
Resah dan
gelisah mulai bermunculan seiring usia bertambah. Apalagi kegalauan ini tidak
hanya dikarenakan keresahan diri sendiri, akan tetapi juga didukung dengan
bisikan orang lain tentang hidup kita. Semakin rumit lagi saat tuntutan orang
tua bertubi-tubi datang sehingga membuat stress. Ini memang sangat rentan
terjadi, dan bisa dibilang akan pasti terjadi pada setiap diri kita di antara usia
20-30 tahun. Kalau di ranah psikologi, fase ini disebut “Quarter-Life Crisis”. Suatu
kondisi kekhawatiran yang menghasilkan mahakarya kegalauan pada seperempat dari
usia kita.
Kamu baru
tahu? Sama, aku juga. Hehe.
Belajar Menjadi Dewasa
Based on may past gloomy days, aku mulai mengerti bagaimana menjadi
dewasa dan melewati fase yang sungguh menyebalkan ini. Keresahan yang kualami
tidak hanya terjadi dalam hitungan hari, namun berbulan-bulan hingga hampir
satu tahun. Selama 3 bulan pasca kelulusan dari perguruan tinggi, telah belasan
lamaran kerja kuajukan namun tidak kunjung ada panggilan. Gundah gulana mulai
memainkan perannya.
Sembari
menunggu panggilan kerja, aku memanfaatkannya untuk menjalankan lagi rutinitas
menulis setiap hari. Membuat cerpen, artikel hingga mengikuti sayembara
kepenulisan. Beberapa cerpen kuberanikan diri melayangkannya ke media massa
berharap bisa dimuat meski tanpa fee.
Hanya mencari kepuasan dari hobi yang sedari dulu kusukai.
Menunggu berminggu-minggu
hingga 3 bulan, lamaran kerjaku tak kunjung ada kejelasan, lamaran tulisanku
pun pada media massa bernasib malang. Tidak ada pemberitahuan apa pun, bahkan
sekadar berharap notifikasi penolakan pun seakan sia sia. Setiap hari adanya
panggilan telfon dari ummi yang menanyakan perencanaan karirku. Sesekali mulai
menceritakan anak tetangga di kampung halaman yang mulai menikah satu demi
satu. Perbincangan kami menjadi hambar dan terdengar geli di telingaku. So, you know what I mean? Yeah!
Step Baru, Bukan Berarti Kegalauan Berakhir
Dengan tetap
sabar menunggu, harapanku masih belum pupus, belum juga sekandas lagu dangdut Evi
Tamala L Tepatnya Februari 2018 aku mendapat
kesempatan kursus bahasa Inggris secara gratis dari sebuah lembaga di Kampung
Inggris. Bagai keruntuhan buah rambutan berkilo-kilo, girang bukan main. Kegelisahanku
mulai membaik. Di tengah kondisi keuangan yang semakin mencekik, minta uang
mama papa sungkan, berangkat ke Kampung Inggris, Pare adalah pilihan terbaik
menurutku waktu itu. Di sana aku memulai fase baru, mengasah kemampuan bahasa
Inggris, mengasah juga skill menulis, dan menempa diri lagi di perantauan yang berbeda.
Segelintir pengalamanku sudah pernah kuceritakan di postinganku yang ini All About Kampung Inggris: Kenangan Berharga dari Global English.
Awal-awal
belajar di Kampung Inggris, semangatku membuncah. Keinginan melanjutkan S2
tumbuh dan berkarir di perusahaan idaman kembali berkobar. Namun sayangnya aku
jadi plin plan tiba-tiba. Kegelisahan masih menghantui. Entah apakah ini salah
satu efek dari Quarter-Life Crisis atau bukan, mungkin kamu juga mengalaminya.
Terkadang sudah mantap dengan pilihan A, seminggu kemudian berubah jadi B
bahkan C, lalu balik lagi ke pilihan A. Dan cara mengatasinya, aku tidak segan
bertanya pada teman dekat atau orang yang lebih berpengalaman dalam memutuskan
pilihan hidup.
Berjuang itu
tidak bisa sendiri. Kita butuh patner dalam segala hal meskipun dengan orang
yang berbeda-beda. Dan itu lah yang aku alami. Semakin bertambah usia, teman
dekat semakin sedikit dan sisi idealis kita akan turun standarnya tanpa kita
sadari. So that’s why jika kamu
sekarang sedang mati-matian mempertahankan idealismemu, aku saranin evaluasi
lagi itu. Mungkin kamu hanya butuh waktu untuk berdamai dengan standart yang
tinggi dan menurunkan kadar ekspektasimu. Dalam artian, tuntutan pada diri
sendiri yang berlebihan kadang kita abaikan, padahal sangat mungkin menjadi boomerang
untuk keberhasilan kita.
In my opinion, Menjadi dewasa
tidaklah lagi memprioritaskan kuantitas, tapi kualitas. Bukan lagi berbicara
seberapa sering keberhasilan kita, namun seberapa berkualitasnya keberhasilan
tersebut.
dokumen pribadi |
Maka dengan
demikian, setelah hampir 10 bulan di Pare bersama gejolak yang tak berkesudahan,
I felt at the day that I really sure
about my choice. I found my belief strongly that I have never before.
Perasaan tersebut muncul setelah cukup lama berbincang dengan ummi via telfon. Beliau
membahas kembali perjuanganku di masa masa lalu dan bagaimana aku menemukan takdirku
waktu itu. Entah kenapa hal itu benar-benar berbicara pada alam bawah sadarku. Dalam
rentang waktu sepekan akhirnya aku memantapkan diri dengan pilihan baru. Awal
Desember, aku kembali ke kota Malang; perantauan sebelumnya. Bertekad memilih
bekerja pada kakakku dan membantunya mengembangkan usaha. Selain itu, aku juga menggeluti bidang content writer freelencer. Kalau butuh jasaku buat nulis tentang usahamu, bisa kontak aku via email yaa. wkwkwk
Meskipun
dengan gaji kecil, tidak punya ruang kerja sendiri, bekerja melebihi porsi
karyawan pada umumnya, aku bahagia memilih jalan ini. Aku masih punya banyak waktu untuk me-time. I do love myself and give esteem for my hard decision. Karena
ternyata dengan kesederhanaan yang aku punya sekarang, aku memiliki kebebasan
untuk melakukan apa yang kusuka tanpa terikat dengan pekerjaan. Kupikir
tidak banyak orang yang punya kesempatan ini. Maka bersyukur sepatutnyalah kulakukan
sebanyak-banyaknya.
Perkataan
seorang teman pun kini kuamini setelah berulang kali diucapkannya, “semakin tua usiamu, semakin memudar idealismu.
Hanya perlu waktu, hanya butuh lebih penempaan diri, maka kamu akan melihat
kebenarannya”.
Well, ini adalah detik detik akhir dari tulisanku kali ini. Jika
kamu berharap mendapatkan solusi dari your Quarter-Life Crisis, maka tariklah
benang merah sendiri dari apa yang aku ceritakan. Rasanya percuma saja
kujabarkan satu persatu solusi untukmu, karena setiap orang memiliki caranya
masing-masing. Mungkin melalui celoteh yang semoga bermanfaat ini, kamu
terilhami atau sekadar terhibur dari kegalauan yang memporak porandakan
hidupmu. Hahay!
Terima kasih
telah betah hingga usai! Sampai ketemu lagi di postingan berikutnya J
what you have efforted so far will you reap someday, nothing is useless dear, believe it! it's all just about time
ReplyDeleteI should believe it! Yeah, sure! ;)
DeleteKeep following what ut heart is saying, dear! Nothing more important than ur happiness! *sending bunch of virtual loves* ❤️❤️❤️
ReplyDeleteHai mila, thanks for your solution. Remember me? Your friend from UB 😊
ReplyDeleteTeman KBM kah?
DeleteSemakin tua emang bener, semakin nggak idealis. Setelah punya anak, standar diturunkan. Makin lama lupa dengan cita-cita.
ReplyDeletePerjalanan hidup memang penuh misteri. Tetapi yakin semesta akan mendukung langkah kita.
ReplyDelete