Aku, Al-Falah, dan Warung
Senja
Perbincangan kemarin, di Jum’at pagi,
16 Agustus 2013 tepat pukul 08.30 WIB sempat membuatku nervous. Berawal
dari ketidaksengajaan yang berlanjut pada pertemuan tak terduga. Saat itulah
aku dan tiga sahabat FLP Latee II mendapat kesempatan untuk berbagi pengalaman
kepada arek-arek komunitas Warung Senja Remaja Sasar. Perkumpulan orang-orang
yang memiiki kemauan untuk menulis yang didirikan oleh dua pupu yang baru saja
kuakrabi. He he…
Di
sana, akulah orang pertama yang ditunjuk untuk bersuara. Dipersilahkan untuk
mengungkapkan apapun yang ingin kukatakan tentang menulis. Spontan aku tertawa,
ekspresi yang sebenarnya aku tertegun saat itu. Sungguh, nyatanya aku tidak
siap untuk menjadi pembicara pertama. Tapi mau bagaimana lagi? Aku terlanjur
bersedia menghadiri undangan sharing ini, itu berarti aku harus siap. Meski aku
bukanlah tipe orang yang jago ngomong di hadapan banyak orang, setidaknya aku
bisa mentransfer pengetahuan dan pengalamanku walau dengan susunan bahasa yang
lumayan amburadul.
Pertemuan
itu mengingatkanku pada posisi di mana aku diminta untuk mengisi seminar
kepenulisan di madrasah Al-Falah. Bayangkan saja, seorang aku yang masih juga
belajar dan baru saja bisa merangkak di dunia kepenulisan harus jadi pembicara.
Owh, aku sempat shock. Bukan apa-apa, hanya saja aku belum siap. Tapi
teman-teman FLP terus saja mendesakku untuk bersedia menghadiri permintaan itu,
akhirnya meski dengan berat hati aku mengiyakannya. Itupun karena semua
pengurus FLP yang senior berhalangan. Setelah melalui suasana yang lumayan
mebuatku was-was itu, akupun tahu kalau ternyata siswa di sana sangat minim
pengetahuannya dalam tulis menulis. Dan dalam hal ini, arek-arek komunitas
Warung Senja lebih beruntung. Karena pengetahuan mereka tentang buku, para
penulis, dan hal-hal yang berkaitan dengan kepenulisan lebih mereka ketahui
dari pada siswa Al-Falah. Namun, beberapa bulan setelah seminar itu
berlangsung, Alhamdulillah siswa Al-Falah bisa menerbitkan bulletin perdana mereka.
Kemajuan yang “wah”. Entah bagaimana dengan para penghuni komunitas Warung
Senja nanti. Akankah mereka juga akan memberiku kejutan yang lebih dahsyat?
Semoga saja…
Allah
memang selalu memberiku kesempatan tak terduga. Dia semakin meyakinkan tekadku
untuk menjadi mujahidah pena. Pertemuan demi pertemuan dengan orang-orang baru
yang memiliki tujuan sama seperti yang kuceritakan, membuatku tak henti berrharap
semoga apa yang kulakukan tak hanya berakhir di tong sampah. Subhanallah….aku
tak pernah berpikir akan seperti ini sebelumnya. Senang tak tertangguhkan. Bila ditanya seberapa penting menulis dalam
hidup kita? Maka jawabannya adalah layaknya makanan yang selalu kita
butuhkan. Begitulah yang dikatakan
saudara Umarul Faruq, salah satu penulis yang juga hadir saat itu. Dan aku
menyetujuinya. Dan saudara Khairul Anwarpun melakukan aktifitas menulisnya di
manapun. Tak peduli, kamar mandipun bisa jadi markaz menulisnya. Ha ha ha…
Setiap
orang yang terjun di dunia kepenulisan pastinya memiliki pengalaman dan cara
tersendiri untuk mengekspresikan tulisan mereka. Begitupun kami, enam orang
yang berusaha memberikan yang terbaik kepada komunitas Warung Senja.
Pengalaman-pengalaman berbeda dan cerita-cerita unikpun mengalir mewarnai
suasana yang agak canggung dan malu-malu itu. Hem…aku cukup mendapat
pencerahan. Terimakasih kepada tuan rumah yang memiliki inisiatif untuk mengadakan
acara tersebut dan mengundang kami, khususnya mengundangku. Pertemuan itu
berhasil memberiku stimulasi untuk menulis lagi setelah beberapa bulan terakhir
jarang kulakukan. Semoga kelak kita dipertemukan kembali dalam forum yang lebih
“WOW”.
Senin yang sepi, 19 Agustus 2013
*Bagaimanapun, aku terkesanJ
suka banget sama tulisannya. mengalir. teruskan menulismu, Dek Miel. i'll stick by u. :D
ReplyDeleteHehehe...
ReplyDeleteMakasih, Bak komentarnya.
Semoga saya gak mogok nulis